Ironinya, hal serupa juga menjadi perhatian serius oleh Pengamat Pertanahan Kabupaten Simalungun, Radon Damanik. Dia tidak menampik bahwa BPN di Simalungun dinilai seolah mempersulit masyarakat sebagai pemohon.
“Secara umum mekanisme layanan BPN bukan fungsional tetapi struktural. Konsentrasinya, masyarakat harus mengurus administrasi pertanahan dari kepala seksi satu ke kepala seksi lain,” katanya, Rabu (18/12/2024).
Jika proses pelayanan berdasarkan fungsional, masyarakat seharusnya tinggal mengurus surat tanah mereka di bagian pendaftaran, pendataan, atau pembayaran yang tidak transparan. Sistem inipun, masih tergolong kuno karena tidak dimanfaatkan dengan baik oleh kantor tersebut, sehingga menimbulkan ruang gerak terjadinya aksi pungli.
“Salah satu contohnya, pelayanan di seksi pengukuran dan pemetaan yang dilakukan, tidak sesuai dengan peraturan undang- undang yang berlaku, dimana itu disinyalir menimbulkan terjadinya pungutan liar didalam lingkungan kantor BPN’, tegasnya.
Lebih jauh, dia mengemukakan, agar perlunya dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Simalungun sikap transparansi kepada publik, dengan cara melakukan publikasi biaya layanan melalui monitor dan anjungan perkembangan sertifikat yang diurus.